Senin, 22 Oktober 2012

Diabetes

Pengertian Diabetes Mellitus Diabetes mellitus adalah istilah untuk sebutan penyakit yang di Indonesia dikenal dengan nama penyakit gula atau kencing manis, istilah ini berasal dari bahasa Yunani. Diabetes artinya mengalir terus, mellitus artinya madu atau manis. Jadi istilah ini menunjukan tentang keadaan tubuh penderita, yaitu adanya cairan manis yang mengalir terus. Penyakit Diabetes mellitus ini biasa timbul secara mendadak pada anak-anak dan orang dewasa muda. Pada orang yang telah berumur, penyakit ini sering muncul tanpa gejala dan kerap baru diketahui bila yang bersangkutan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Apabila penyakit ini dibiarkan tidak terkendali atau penderita tidak menyadari penyakitnya bertahun tahun kemudian akan timbul berbagai komplikasi kronis yang berkaitan patal, seperti penyakit jantung, terganggunya fungsi ginjal, kebutaan, pembusukan kaki yang kadang memerlukan amputasi, atau timbulnya impotensi yang sangat merisaukan. Saat ini. Diabetes mellitus tidak hanya dianggap sebagai gangguan metabolisme karbohidrat, tetapi juga mencakup metabolism protein dan lemak yang diikuti dengan komplikasi yang bersifat kronis terutama terjadi pada struktur dan fungsi pembuluh darah. Oleh karena itu, setiap orang sangat dianjurkan sedini mungkin mewaspadainya dan segera memulai usaha pencegahan. Untuk itu penyusun akan membahas tiga jenis tanaman obat untuk diabetes mellitus. ( Dalimartha, 2005 : 14 ) Jenis – jenis Tanaman Obat yang dapat Mengobati Diabetes Mellitus Tanaman obat yang digunakan dalam terapi Diabetes Mellitus jumlahnya cukup banyak. Tanaman – tanaman tersebut diantaranya : a. Lidah buaya ( Aloe vera ) Tunbuhan liar di tempat yang banyak terkena sinar matahari. Lidah buaya ditanam di pot dan di pekarangan rumah sebagai tanaman hias atau tanaman obat. Daunnya agak runcing berbentuk taji, tebal, tepinya berduri kecil, permukaan berbintik-bintik, panjang 15 – 36 cm, lebar 2-6 cm, bunga berwarna kuning kemerahan, bijinya kecil, warnanya hitam dan banyak tumbuh di afrika bagian utara, Hindia barat. Lidah Buaya tahan terhadap kekeringan, karena di dalam daun banyak tersimpan cadangan air yang dapat dimanfaatkan pada waktu kekurangan air. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun, bunga, dan akar. Tanaman ini digunakan dalam bentuk segar. Kandungan kimia : Lidah buaya mengandung aloin, barbaloin, isobarbaloin, aleonin, dan aleosin. Efek Farmakologis: Tanaman ini Memiliki rasa pahit dan bersipat dingin. Berkhasiat sebagai antiradang, pencahar, parasiteside, dan untuk memperbaiki pancreas. b. Kumis Kucing ( Orthosiphon Aristatus ) Tumbuhan tegak, bagian bawah berakar dan tinggi bagian buku – bukunya mencapai 12 cm. batang segi empat agak teratur dan berbulu pendek. Daun tunggal, bentuknya bundar, berbulu halus, pinggir bergerigi, dan kedua permukaan berbintik. Bunga berupa tandan, warna ungu pucat, biru, atau putih. Tumbuh di daratan rendah dan ketinggian sedang. Seluruh bagian tanaman kumis kucing dapat dimanfaatkan untuk ramuan obat terutama daunnya. Kandungan Kimia : Tanaman ini mengandung orthosiphon glikosida, zat samak, minyak atsiri, minyak lemak, saponin, garam kalium dan miyoinositol. Herba ini memiliki rasa asin agak pahit dan sepet. Efek Farmakologis : Tamanan ini bersifat antiradang, peluruh air seni, dan penghancur batu saluran kencing. Kumis kucing rasanya pahit dan bersifat sejuk. Rebusan kumis kucing dapat digunakan untuk mengobati penyakit diabetes mellitus ditambah keluhan ginjal dan infeksi saluran kencing. c. Mengkudu ( Morinda Citrifoli ) Mengkudu tumbuh didataran rendah pada ketinggian tanah 1.500 m di atas permukaan laut. Tumbuhan ini mempunyai barang tidak terlalu besar dan tinggi pohon 3-8 m. daunnya bersusun berhadap-hadapan, panjang daun 20-40 cm, dan lebar 7-15 cm. bunganya berwarna putih, berwarna hijau dan berbentuk lonjong, bijinya banyak dan kecil-kecil terdapat didalam daging buah. Pada umumnya tumbuhan mengkudu dapat tumbuh secara liar di hutan –hutan atau dipelihara orang dipekarangan rumah. Bagian yang digunakan untuk membuat ramuan obat adalah akar, daun, buah, kulit batang dan bunga. Daun mengkudu termasuk makanan berserat yang dapat mengurangi kenaikan glukosa darah sesudah makan di samping menurunkan kadar lemak darah. Kandungan Kimia : kulit akar mengkudu mengandung morindin, morindon, dan soranjidiol. Buahnya mengandung alkaloid triterpenoid. Daunnya mengandung protein, zat kapur, zat besi, karoten dan askorbin. Bunganya mengandung protein, zat kapur, zat besi, karoten dan askorbin. Bunganya mengandung glikosida antrakinon. Selain itu mengkudu juga mengandung minyak menguap asam capron dan asam caprylat. Efek farmakologis : Mengkudu berfungsi sebagai penghilang hawa lembap pada tubuh, penambah kekuatan tulang, dan pembersih darah. Perasan air mengkudu dapat digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. d. Sembung ( Blumea balsamifera ) Tumbuh di tempat terbuka dan pada tanah yang agak basah pada ketinggian sampai 2.200 m di atas permukaan laut. Tumbuh tegak, tinggi sampai 4 m berambut halus, bentuk daun bundar, bagian pangkal dan ujung daun lancip, pinggir bergerigi, panjang 8 – 40 cm, lebar 2 – 20 cm, dan terdapat 2 – 3 daun tambahan pada tangkai daunnya. Permukaan daun bagian atas berambut kasar, bagian bawah berambut hseperti beludru. Bunga keluar dari ujung cabang dan warnanya kuning. Buah longkah sedikit melengkung dan panjangnya 1 mm. Kandungan kimia : Daun sembung mengandung minyak atsiri seperti sineol, borneol, kamper, tannin dan flavonoid. Efek farmakologis : Tanaman ini bermanfaat untuk mengobati penyakit reumatik, masuk angin, antidiare, dan antipiretik. Selain penyakit diatas tanaman ini bermanfaat sebagai ekspektoran ( Peluruh Dahak ). Seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Gejala Umum penyakit Deabetes Mellitus. Gejala awal yang timbul pada penderita dewassa yang lebih tua biasanya ringan sehingga mereka tidak merasa perlu untuk berkonsultasi kepada dokter. Akibatnya, sering mereka baru mengetahui menderita diabetes mellitus setelah timbul komplikasi, seperti penglihatan jadi kabur atau bahkan mendadak buta, timbulnya penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit kulit dan saraf bahkan terjadi pembusukan pada kaki ( gangrene ). Tanda dan gejala yang sering dikeluhkan pasien antara lain rasa haus, banyak kencing, rasa lapar, badan terasa lemas, berat badan turun, rasa gatal, kesemutan, mata kabur, dan kulit kering. Berat badan penderita penyakit diabetes mellitus dapat menurun drastis. Hal ini disebabkan glukosa di dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel jaringan. Keluhan lain penderita adalah sering kencing dan setiap kali air kencing yang dikeluarkan cukup banyak. Keadaan ini terjadi karena kadar glukosa darah yang tinggi. Adanya glukosa dalam air kencing tersebut glukosuria. Untuk mengeluarkan glukosa melalui ginjal dibutuhkan banyak air. Hal inilah yang menyebabkan penderita sering kencing (poliuria ) yang rasanya manis. Terkadang kencing dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi ) juga mengakibatkan kulit menjadi kering. Rasa haus yang kekurangan air. Akibatnya timbul rangsangan ke susunan saraf pusat sehingga penderita merasa haus dan ingin minum terus (polidipsi) Banyak makan (poliphagia) terjadi karena adanya rangsangan ke susunan saraf pusat karena kadar glukosa di dalam sel ( intraselluler ) berkurang. Akibat kekurangan glukosa intraseluler maka timbullah rangsangan sehingga penderita merasa lapar dan ingin makam. Untuk mengatasi kekurangan energy maka tubuh menggunakan cadangan lemak. Cadangan lemak dirombak (lipolisis) dan mengakibatkan kadar lemak di dalam darah meningkat (hiperlipidemia). Lipolisis yang berlebihan mengakibatkan ketoasidosis ( metabolic asidosis ) dan menyebabkan pernafasan menjadi cepat dan dalam ( pernapasan kushmaul ) Badan penderita penyakit diabetes mellitus sering terasa lemah dan berat. Hal ini terjadi akibat tubuh kehilangan banyak cairan dan elektrolit karena ikut terbuang melalui kencing yang berlebihan. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan penderita diabetes mellitus antara lain kejang pada kaki atau betis akibat kekurangan cairan dan elektrolit, rasa gatal, pada wanita dapat terjadi rasa gatal pada lubang dubur, kemaluan, bisul – bisul, dan mata menjadi kabur. Komplikasi yang mungkin timbul karena pengaruh diabetes mellitus diantaranya adalah gangguan pembuluh darah besar ( makroangiopati ) dan gangguan pembuluh darah kecil (mikroangiopati ). Mikroangiopati menyebabkan kerusakan pada ginjal, mata dan saraf. Adapun makroangiopati mengakibatkan kerusakan pada jantung, otak, dan kaki. Penyebab Penyakit Deabetes mellitus Penyebab penyakit Diabetes mellitus adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin, yang sebenarnyajumlahnya cukup. Jika dilihat lebih mendalam, adabeberapa Faktor yang menyebabkan penyakit diabetes Mellitus, yaitu sebagai berikut. Genetik atau Faktor Keturunan. Dapat dikatakan bahwa diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Sesuai dengan ilmu genetika, bibit diabetes mellitus menggunakan symbol D untuk yang normal dan symbol d untuk resesif. Diabetes mellitus merupakan penyakit yang terpaut. Kromosom seks. Virus dan bakteri Virus yang diduga menyebabkan diabetes mellitus adalah rubella dan mumps. Hasil penelitian menyebutkan bahwa virus dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus melalui mekanisme infeksi sitolitik pada sel betaotomunitas yang menyebabkan hilangnya otomun pada sel beta. Nutrisi Diabetes mellitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan dengan nutrisi. Nutrisi yang berlebihan merupakan factor resiko pertama yag diketahui menyebabkan diabetes mellitus. Semakin lama dan berat obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan terjangkitnya diabetes mellitus. Hormon Insulin. Insulin merupakan salah satu hormone di dalam tubuh manusia yang dihasilkan oleh sel beta palau langerhans yang berada di dalam kelenjar pancreas. Kelenjar pancreas ini terletak di dalam rongga perut bagian atas, tepatnya dibelakang lambung. Insulin merupakan suatu polipeptida, sehingga dapat juga disebut protein. Dalam keadaan normal bila kadar glukosa darah naik maka insulin akan menuju ke tempat kerjanya ( reseptor ) yaitu 50 % ke hati, 10-20 % ke ginjal, dan 30-40% bekerja pada sel darah, otot, dan jaringan lemak. Adanya insulinlah yang memungkinkan kadar glukosa darah akan kembali normal. Tiga jenis Tanaman Obat untuk Deabetes Mellitus. Selain jenis medis, diabetes juga dapat diobati dengan ramuan tanaman obat. Tanaman obat tersebut di antaranya. : Brotowali (Tinospora crispa ) Dalam klasifikasi tumbuhan, brotowalitermasuk dalam family Menispermaceae. Brotowli memiliki nama local dari Jawa yaitu Bratawali, dari Sunda Andawali, dan dari wali Antawali. Brotowali tumbuh di hutan dan di lading. Tanaman ini menyukai tempat yang bayak terkena cahaya matahari. Brotowali mampu hidup di tempat yang ketinggiannya mecapai 1.000 m di atas permukaan tanah. Tanaman ini memiliki ciri sebagai tumbuhan yang merambat. Biasanya di tanam sebagai tumbuhan obat, dan tingi batang sampai 2,5 m. Batang sebesar jari kelingking, berpintil-pintil rapat, dan rasanya pahit. Daun tunggang, bertangkai, panjang 7-12 cm, dan lebar 5-10 cm. Helaian daun bentunya seperti jantung, ujung meruncing, pangkal melengkuk, dan tepi rata. Buahnya kecil dan berwarna hijau, Bunganya kecil, warna hijau muda, dan tanaman ini dapat dikebangbiakandengan stek. Bagian Tanaman yang Digunakan Bagian tanaman yang gunakan adalah bagian batang terutama kulitnya. Brotowali diperbanyak dengan cara stek, cukup memotong batanya dan menanamnya di tanahyang gembur dan cukup air. Penyiraman untuk menjaga kelembahan tnah dan pemupukan yang baik akan merangsang pertumbuhan brotowali. Komposisi Kandungan kimia :alkaloid, dammar lunak, pati, glikosida pikroretosid, zat pahit pikroretin, harsa, berberin, palmatin, kolumbin (akar), kokulin (pikrotosin), dan tinokrisposid. Sifat kimiawi dan efek farmakologis : pahit dan sejuk. Menghilangkan sara sakit (analgetik), penurun panas (antipiretik), melancirkan cairan limpa, meningkatkan sekresi salifa, dan efek sedative. Rebusan brotowali dapat diunkan untuk mengobti diabetes mellitus. Sambiloto ( Andrographis Paniculata ) Dalam system klasifikasi, sambiloto dikelompokan dalam family Acanthaceae dan bermarga andrographis. Sambiloto memiliki daun dan batang yang rasanya pahit. Sambiloto mempunyai nama local dari sunda yaitu ki oray, dari jawa sambilata, dan dari sumatera pepaitan. Sambiloto tumbuh liar ditempat terbuka dan ditanam di pekarangan rumah sebagai tanaman obat. Tumbuh didaratan rendah sampai ketinggian 700 m diatas permukaan laut. Batang disertai banyak cabang, daun tunggal, bertangkai pendek,pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2-8 cm, dan lebar 1-3 cm.Bunga berbentuk tabung kecil , dan warnanya putih bernoda ungu.perkembangbiakannya dengan biji atau stek batang. Buah bentuknya memanjang sampai jorong dengan panjang sekitar 1,5cm, lebar 0,5cm, pangkal dan ujungnya runcing . Bila masak warnanya hitam dan akan pecah membujur menjadi empat keping . Bijinya gepeng kecil, warnanya coklat muda. Perbanyakan dengan biji. Bagian Tanaman yang digunakan Seluruh bagian tanaman sambiloto dapat digunakan sebagai bahan ramuan untuk mengatasi diabetes mellitus , kecuali akar. Di panen sewaktu tumbuhan ini mulai berbunga . Setelah dicuci, dipotong – potong seperlunya lalu dikeringkan. Komposisi Kandungan kimia; daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid, neoandrografolid, flavonoid, alkane, keton, aldehin, mineral ( kalium, kalsium, natrium ), asam kresik, dan dammar. Flavotioid disolasi terbanyak dari akar, yaitu polimetoksiflavon, andrografit, da fan ikulin. Sifat kimiawi dan efek fermakologis : rasa pahit, dingin , masuk meridian paru, lambung , usus besar, dan usus kecil . Antipiretik , analgetik , detoksikan, anti radang , dan detumescent. Sambiloto juga mampu meningkatkan system kekebalan seluler dan meningkatkan aktivitas kelenjar-kelenjar tubuh. Sambiloto kering dapat digunakan untuk mengobati penyakit diabetes mellitus. Tapak Dara ( Catharantus roseus ) Tapak dara termasuk famili apocynaceae . tapak dara memiliki nama local dari sunda yaitu kembang tembaga beureum dan dari jawa kembang sari cina. Tapak dara sering dibedakan menurut jenis bunganya, yaitu putih dan merah. Tumbuhan semak tegak yang dapat mencapai ketinggian batang sampai 100 cm dan tumbuh subur di daerah yang beriklim tropis. Daun berwarna hijau, dan diklasifikasikan berdaun tunggal. Penyebarannya melalui biji. Memiliki batang yang berbentuk bulat dengan diameter berukuran kecil, berkayu, beruas, dan bercabang serta berambut. Daunnya berbentuk bulat telur. Bunganya yang indah menyerupai terompet dengan permukaan berbulu halus. Tapak dara memiliki rumahbiji yang berbentuk silindris menggantung pada batang. Penyebaran melalui biji. Bagian tanaman yang digunakan Bagian yang digunakan untuk terapi penyakit diabetes adalah bunganya. Biasanya diolah dengan cara direbus dan airnya diminum. Komposisi Kandungan kimia ; tapak dara mengandung alkaloid. Sekitar 7 jenis alkaloid yang berefek menurunkan kadar glukosa darah. Mengandung vinkristin, vinrosidin, vinblastin, dan vinleurosin. Sifat kimiawi dan efek farmakologis : bersifat hipotensif, pahit, sejuk dan toksik. Cara Pengolahan Tanaman Obat untuk Diabetes Mellitus Adapun cara yang digunakan untuk mengolah tanaman obat secara tradisional adalah sebagai berikut. : Brotowali Bahan : 1/3 genggam daun sambiloto, 1/3 genggam daun kumis kucing, ¾ jari batang brotowali Cara pembuatan : Semua dicuci dan batang brotowali dipotong – potong seperlunya. Rebus dengan 3 gelas air sampai menjadi 2 gelas. Cara pemakaian : Minum setelah makan, 2X1 gelas sehari, pagi dan sore hari. Sambiloto Bahan :1/2 genggam daun sambiloto segar Cara pembuatan : rebus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 2 ¼ gelas. Setelah dingin disaring. Cara pemakaian : Minum setelah makan, 3 kali sehari ¾ gelas. Tapak Dara Pengolahan tapak dara meliputi 3 cara yaitu : Cara 1 Bahan : 3 lembar daun tapak dara dan 15 kuntum bunga tapak dara. Cara pembuatan : Rebus dengan 4 gelas air sampai mendidih hingga tinggal tersisa 2 gelas. Cara pemakaian : Air rebusan diminum pagi dan sore setelah makan Cara II Bahan : 10 – 16 Lembar daun tapak dara. Cara pembuatan : Rebus dengan 3 gelas air sampai mendidih hingga tersisa 1 gelas. Cara pemakaian : setelah dingin diminum. Cara III Bahan : 35-45 gram daun tapak dara kering dan adas pulawaras. Cara pembuatan : Bahan tersebut direbus dengan 3 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas. Cara pemakaian : setelah dingin diminum

HIPERTENSI

Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.

Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHG. Dalam aktivitas sehari-hari, tekanan darah normalnya adalah dengan nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat diwaktu beraktifitas atau berolahraga.

Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan dan pengontrolan secara teratur, maka hal ini dapat membawa si penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan bisa menyebabkan kematian. Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja extra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit hypertensi ini merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung.

Penyakit hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi, diantaranya Hipertensi Primer dan Hipertensi Sekunder:

Hipertensi Primer

Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.

Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di atas normal atau gemuk (gendut).

Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini adalah sebutan dalam istilah kesehatan (medis) bagi wanita hamil yang menderita hipertensi. Kondisi Hipertensi pada ibu hamil bisa sedang ataupun tergolang parah/berbahaya, Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi bisa mengalami Preeclampsia dimasa kehamilannya itu.

Preeclampsia adalah kondisi seorang wanita hamil yang mengalami hipertensi, sehingga merasakan keluhan seperti pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut, muka yang membengkak, kurang nafsu makan, mual bahkan muntah. Apabila terjadi kekejangan sebagai dampak hipertensi maka disebut Eclamsia.

Senin, 15 Oktober 2012

STROKE

Gejala, Penyebab, dan Akibat Stroke

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.

WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.

Senin, 08 Oktober 2012

FISIOLOGI MENELAN


Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral menuju kebawah. Jaringan saraf, yang bertanggung jawab untuk menelan otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat. Batang otak, termasuk nucleus tractus solitarius dan nucleus ambiguus dengan formatio retikularis berhubungan dengan kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator pusat.
Tiga Fase Menelan
Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau cairan dialirkan dari mulut menuju faring dan esofagus ke dalam lambung. Deglutition normal adalah suatu proses halus terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda: (1) oral, (2) faringeal, dan (3) esophageal. Masing-masing fase memiliki fungsi yang spesifik, dan, jika tahapan ini terganggu oleh kondisi patologis, gejala spesifik dapat terjadi.

Fase Oral
Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus sehingga dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti pendorongan makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang berkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan saliva dan dan mendorong bolus makanan dari rongga mulut di bagian anterior ke dalam orofaring, dimana reflek menelan involunter dimulai.
Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus kranialis V (trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal).
Dengan menelan suatu cairan, keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1 detik. Untuk menelan makanan padat, suatu penundaaan selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus berkumpul di orofaring.
Fase Faringeal
Fase faringeal adalah sangat penting karena, tanpa mekanisme perlindungan faringeal yang utuh, aspirasi paling sering terjadi pada fase ini. Fase inimelibatkan rentetan yang cepat dari beberapa kejadian yang saling tumpang tindih. Palatum mole terangkat. Tulang hyoid dan laring bergerak keatas dan kedepan. Pita suara bergerak ke tengah, dan epiglottis melipat ke belakang untuk menutupi jalan napas. Lidah mendorong kebelakang dan kebawah menuju faring untuk meluncurkan bolus kebawah. lidah dubantu oleh dinding faringeal, yang melakukan gerakan untuk mendorong makanan kebawah.
Sphincter esophageal atas relaksasi selama fase faringeal untuk menelan dan dan membuka oleh karena pergerakan os hyoid dan laring kedepan. Sphincter akan menutup setelah makanan lewat, dan struktur faringeal akan kembali ke posisi awal.
Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan kesemuanya adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang ter jadi sampai reflek menelan dipicu. Reflek ini melibatkan traktus sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X (vagus).
Fase Esophageal
Pada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan peristaltik. Sphincter esophageal bawah relaksasi pada saat mulai menelan, relaksasi ini terjadi sampai bolus makanan mecapai lambung. Tidak seperti shincter esophageal bagian atas, sphincter bagian bawah membuka bukan karena pengaruh otot-otot ekstrinsik.
Medulla mengendalikan reflek menelan involunter ini, meskipun menelan volunter mungkin dimulai oleh korteks serebri.
Suatu interval selama 8-20 detik mungkin diperlukan untuk kontraksi dalam menodorong bolus ke dalam lambung.
PATOFISIOLOGI
Gangguan pada proses menelan dapat digolongkan tergantung dari fase menelan yang dipengaruhinya.
Fase Oral
Gagguan pada fase Oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan fase pendorongan oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian lidah. Pasien mungkin memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan padat dan permulaan menelan. Ketika meminum cairan, psien mungki kesulitan dalam menampung cairan dalam rongga mulut sebelum menelan. Sebagai akibatnya, cairan tumpah terlalu cepat kadalam faring yang belum siap, seringkali menyebabkan aspirasi.
Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase oral sebagai berikut:
• Tidak mampu menampung makanna di bagian depan mulut karena tidak rapatnya pengatupan bibir
• Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut karena berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah
• Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan oleh lidah dan koordinasinya
• Tidak mampu mengatupkan gigi untukmengurangi pergerakan madibula
• Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus anterior karena berkurangnya tonus otot bibir.
• Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut karena dorongan lidah atau pengurangan pengendalian lidah
• Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan atau berkurangnya sensibilitas mulut
• Pencarian gerakan atau ketidakmampuan unutkmengatur gerakan lidah karena apraxia untuk menelan
• Lidah bergerak kedepan untuk mulai menelan karena lidah kaku.
• Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan kekuatan lidah
• Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah
• Kontak lidah-palatum yang tidaksempurna karena berkurangnya pengangkatan lidah
• Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan lidah keatas
• Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya elevasi dan kekuatan lidah
• Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease
• Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau melekat pada faring karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan linguavelar
• Piecemeal deglutition
• Waktu transit oral tertunda
Fase Faringeal
Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasienmungkin tidak akan mampu menelan makanan dan minuman yang cukup untuk mempertahankan hidup. Pada orang tanpa dysphasia, sejumlah kecil makanan biasanya tertahan pada valleculae atau sinus pyriform setelah menelan. Dalam kasus kelemahan atau kurangnya koordinasi dari otot-otot faringeal, atau pembukaan yang buruk dari sphincter esofageal atas, pasien mungkin menahan sejumlah besar makanan pada faring dan mengalami aspirasi aliran berlebih setelah menelan.
Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase faringeal sebagai berikut:
• Penundaan menelan faringeal
• Penetrasi Nasal pada saat menelan karena berkurangnya penutupan velofaringeal
• Pseudoepiglottis (setelah total laryngectomy) – lipata mukosa pada dasar lidah
• Osteofit Cervical
• Perlengketan pada dinding faringeal setelah menelan karena pengurangan kontraksi bilateral faringeal
• Sisa makanan pada Vallecular karena berkurangnya pergerakan posterior dari dasar lidah
• Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau lipatan faringeal
• Sisa makanan pada puncak jalan napas Karena berkurangnya elevasi laring
• penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan napas
• Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring
• Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan laringeal anterior
Fase Esophageal
Gangguan fungsi esophageal dapat menyebabkan retensi makanan dan minuman didalam esofagus setelah menelan. Retensi ini dapat disebabka oleh obstruksi mekanis, gangguan motilitas, atau gangguan pembukaan Sphincter esophageal bawah.
Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan pada fase esophageal sebgai berikut:
• Aliran balik Esophageal-ke-faringeal karena kelainan esophageal
• Tracheoesophageal fistula
• Zenker diverticulum
• Reflux
PENYEBAB DYSPHAGIA
Manifestasi klinis yang paling umum dari gangguan esofagus adalah disfagia (susah menelan) yang bermanifestasi bila terdapat gangguan gerakan-gerakan pada otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari mulut ke lambung   . Jika saat menelan terasa sakit ( painfull ), itu disebut sebagai odynophagia. Disfagia dapat disebabkan oleh akibat kelainan orofaring, respirasi, neurologik, dan kolagen atau karena pengaruh toksin atau pengobatan . Gangguan obstruktif, termasuk tumor esofagus sedangkan motor dosorders berhubungan dengan achalasia dan gangguan neuromuskuler seperti diabetes mellitus, penyakit parkinson, dan stroke. disfagia sering disertai dengan ragu-ragu menelan, kebutuhan untuk berulang kali mencoba untuk menelan dan kliring tenggorokan. tersedak dan muntah juga dapat terjadi. manifestasi lainnya termasuk regurgitasi, nyeri (yang mungkin terkait dengan spasme), dan peyrosis mulas.

disfagia
Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan kerongkongan. Penyebab spesifik termasuk kerusakan neuromotor, obstruksi mekanik, kelainan kardiovaskular, dan penyakit neurologis.

Disfagia disebabkan oleh Obstruksi Mekanik
Penghalang mekanik menyebabkan disfagia termasuk cacat bawaan, kanker dan kondisi yang diperoleh seperti hernia hiatus. Ketika gangguan obstruksi mempersempit lumen esofagus, klien dyusphagia pengalaman pertama menjadi terkait dengan makanan semipadat dan cairan. Akhirnya, klien tidak dapat menelan ludah mereka sendiri. Obstruktif disertai dengan penurunan berat badan dan cachexia.

Disfagia Disebabkan oleh Kelainan Kardiovaskular
Disfagia dapat dihasilkan dari kelainan kardiovaskular, terutama pada orang tua. Kondisi tertentu yang menyebabkan pembuluh darah disfagia termasuk pembesaran jantung, dan aneurisma aorta, dan pengapuran aorta turun (meninjau anatomi arteri jantung dan besar untuk kerongkongan).

Disfagia yang disebabkan oleh Penyakit neurilogic
Disfagia juga dapat disebabkan oleh penyakit neurologis tertentu, seperti stroke, multiple sclerosis, poliomielitis, dan amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Stroke adalah penyebab paling frecuent disfagia.

Disfagia akibat penyebab lain
Disfagia dapat dialami setelah menelan, jika makanan tertangkap di kerongkongan. Klien dapat memperoleh bantuan dengan minum cairan untuk memaksa bolus berdampak melalui segmen sempit atau dengan muntah-muntah untuk mengusir makanan. Jika muntah tidak succed, endoskopi dapat digunakan untuk menghapus makanan tersangkut di kerongkongan.

Asuhan Keperawatan Preeklampsia Berat


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Penulisan.
Penyakit hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan mortilitas meternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7% sampai 10% seluruh kehamilan. Dari seluruh ibu yang mengalami hipertensi selama masa hamil, setengah samapai dua pertiganya didiagnosis mengalami preeklamsia atau eklamsia. Prevalensi kehamilan pada wanita dengan penyakit ginjal kronis atau penyakit pembuluh darah, seperti esensial, diabetes mellitus dan lupus eritematosus meningkat 20% sampai 40%.

Hipertensi yang menyertai kehamilan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortilitas ibu dan bayi. Pre-eklamsia bias mempredisposisi ibu mengalami komplikasi yang lebih latel, seperti solusio plasenta, DIC, perdarahan otak dan gagal ginjal akut (Consensus, Report 1990). Preeklamsia berperan dalam kematian intrauterine dan mortalitas perinatal. Penyebab utama kematian neonatus akibat preeklamsia ialah insufisiensi plasenta dan solusio plasenta. Retardasi pertumbuhan dalam rahim (IUGR atau intrauterine growth retardation) juga sering dijumpai pada bayi yang ibunya menderita preeklamsia.

Eklamsia (kejang) akibat efek serebral berat preeklamsia-eklamsia merupakan bahaya maternal yang utama. Sebagai patokan, jumlah morbiditas dan mortilitas maternal dan perinatal tertinggi adalah pada kasus di mana eklamsia timbul pada awal kehamilan (sebelum minggu ke-28), usia ibu lebih dari 25 tahun dan ibu multigravida dan ibu yang menderita hipertensi kronis penyakit ginjal. Prognosis juga menjadi lebih membingungkan pada ibu yang hanya mendapat sedikit perawatan antenatal atau ibu yang dipindahkan dari satu rumah sakit ke rumah sakit yang lain.

Berdasarkan kenyataan tersebut  kelompok tertarik untuk mengambil meteri ini untuk dijadikan suatu bentuk makalah sebagai sumber mata pelajaran tambahan serta pembuatan tugas mata ajar keperawatan reproduksi.

TINJAUAN TEORITIS

A.    Pengertian
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan pada trimester ketiga dengan gejala klinis peningkatan tekanan darah, edema, proteinuria, konvulsi dan koma (Manuaba, I. B. G, 2007; hal.101).
Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (wiknjosastro, 2002; hal. 282 diambil dari Mitayani, 2009).
Pre-eklampsia merupakan kelainan unik yang hanya ditemukan pada kehamilan manusia yag terdiri hipertensi, proteinuria dan edema pada wanita hamil (Hejjner, L. J, et.al, 2006; hal. 82)

B.    Etiologi
Preeklamsia adalah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan gejala timbul hanya pada masa kehamilan dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu mengindentifikasikan wanita yang akan menderita preeklamsia, akan tetapi ada faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit: primigravida, granda multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas.

Kira-kira 85 % pre eklamsia terjadi pada kehamilan pertama, pre eklamsia terjadi pada 14 % sampai 20 % kehamilan janin lebih dari satu dan 30 % pasien akan mengalami anomaly rahim yang berat pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 35 %.

C.    Patofisiologi
Patofisiologi pre eklamsia dan eklamsia setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi paningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik (Sistemic vascular Resistance/SVR), peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan osmotic koloid. (gambar 21). Pada pre eklamsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokensentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.

Vasospasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai pre eklamsia. Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensitifitas terhadap tekanan perederan darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbangan antara prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2. Selain kerusakan endothelial, vasospasme arterial turut menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume intravascular, mempredisposisi pasien yang mengalami pre eklamsia mudah menderita edema paru.

Predisposisi genetic dapat merupakan factor imunolagi lain menemukan adanya frekuensi preeklamsia dan eklamsia pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklamsia yang menunjukan suatu gen resesif autosom yang mengatur respon imun maternal.

Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan
    Kardiovakuler
    Peningkatan darah. Ekspansi plasma meningkatkan ekspansi massa sel darah, menyebabkan anemia fisiologis pada kehamilan.
    Penurunan resistensi perifer total, akan terlihat penurunan tekanan darah.
    Peningkatan curah jantung, terjadi akibat peningkatan volume darah, sedikit peningkatan denyut jantung untuk mengompensasi relaksasi perifer.
    Peningkatan oksigen.
    Edema fisiologis berkaitan dengan penurunan tekanan osmotic koloid plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik vena kapiler.
    Hematology
    Faktor pembekuan, mempredisposisi DIC dan pembekuan.
    Penurunan albumin serum menyebabkan penurunan tekanan osmotic koloid, mempredisposisi edema paru.
    Ginjal
    Peningkatan aliran plasma ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
    Endokrin.
    Peningkatan produksi estrogen menyebabkan peningkatan sekresi rennin-angiotensin II-aldosteron.
    Peningkatan produksi progesterone menghambat efek aldosteron.

D.    Manifestasi Klinis
Diagnosis preeklamsia ditegakan berdasarkan adanya dua dari 3 gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolic > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolic pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakal preeklamsia. Protenuria bila terdapat sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan + 1 atau 2 atau kadar protein protein ≥ 1g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala berikut:
1.    Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg.
2.    Proteinuria + ≥ 5g/24 jam atau 3 dengan tes celup.
3.    Oliguria < 400 ml dalam 24 jam.
4.    Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
5.    Nyeri epigastrium dan ikterus.
6.    Edema paru atau stenosis.
7.    Trombositopenia.
8.    Pertumbuhan janin terlambat.

Diagnosis eklamsia ditegakan berdasarkan gejala-gejala preeklamsia disertai kejang atau koma, sedangkan bila terdapat gejala preeklamsia berat disertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending preeklamsia.


E.    Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut:
1.    Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a.    Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
b.    Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.
c.    Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
2.    Preeklampsia Berat
a.    Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b.    Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
c.    Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
d.    Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
e.    Terdapat edema paru dan sianosis.


F.    Komplikasi.
Tergantung derajat preeklamsia atau eklamsianya, yang termasuk komplikasi antara lain: atonia uteri (Uterus Couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low platelet count), ablasi retina, KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata), gagal ginjal, pendarahan otak, edema paru, gagal jantung hingga syok dan kematian.

Disamping komplikasi diatas, ada beberapa komplikasi lain yang dapat ditimbulkan akibat penyakit ini antara lain:
a.    Iskemia Uteroplasenta.
1)    Pertumbuhan janin terlambat.
2)    Kematian janin.
3)    Persalinan premature.
4)    Solusio plasenta.

b.    Spasme Arteriolar.
1)    Perdarahan serebral.
2)    Gagal jantung, ginjal dan hati.
3)    Ablasio retina.
4)    Tromboembolisme.
5)    Gangguan pembekuan darah.
c.    Kejang dan Demam.
1)    Trauma karena kejang.
2)    Aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernafasan.
d.    Penanganan tidak tepat.
1)    Pneumonia.
2)    Infeksi saluran kemih.
3)    Kelebihan cairan.
4)    Komplikasi anastesi atau tindakan obstetric.


   
G.    Penatalaksanaan
1.    Pre-eklamsi ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan janin: kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.

2.    Pre-eklamsia berat
a.    Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru, maka penanganannya adalah sebagai berikut:
1)    Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramuskuler kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap (selama tidak ada kontraindikasi).
2)    Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi).
3)    Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala.
4)    Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
5)    Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37  minggu.

b.    Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu
Pada penderita yang dirawat inap penanganannya antara lain:
1)    Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi.
2)    Berikan diit rendah garam dan tinggi protein.
3)    Berikan suntikan MgSO4 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri.
4)    Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.
5)    Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc.
6)    Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
7)    Berikan obat anti hipertensi: injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.
8)    Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongerstif. Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul intravena Lasix.
9)    Segera setelah pemberian MgSO4 kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetes.
10)    Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedan.
11)    Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
12)    Pemberian MgSO4, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum.
13)    Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea Tidak perlu diuretic, kecuali jika terjadi edema paru, GGK dan dekompensasi kordis.

ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
Penyakit hipertensi pada kehamilan dapat terjadi tanpa ada tanda peringatan atau gejala yang timbul secara bertahap. Tujuan utama penatalaksanaan ialah mengindentifikasi sedini mungkin semua ibu yang berisiko mengalami preeklamsia. Oleh karena itu, setiap wanita dikaji untuk menemukan adanya faktor-faktor etiologi selama kunjungan prenatal pertama. Pada setiap kunjungan berikutnya, ibu akan dikaji untuk memeriksa apakah ibu mengalami gejala yang mengarah keawitan atau terjadinya preeklamsia. Faktor-faktor seperti: paritas, usia dan lokasi geografis perlu dipertimbangkan. Wanita yang baru menjadi ibu atau ibu dengan pasangan baru ternyata enam sampai delapan kali lebih mudah terkena preeklamsia dari pada ibu multipara.

Kondisi obstetrik yang berkaitan dengan peningkatan massa plasenta, seperti gestasi multijanin dan mola hidatidosa, penyakit pembuluh darah kolagen, penyakit ginjal dan diabetes mellitus membuat resiko preeklamsia menjadi lebih tinggi.

Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia adalah:
Perawat memeriksa formulir pendaftaran dan catatan prenatal ibu. Pada saat perawat dan ibu hamil meresa nyaman, perawat dapat memulai wawancara untuk mengklarifikasi, memperluas atau melengkapi formulir. Riwayat kesehatan dibaca kembali, terutama jika terdapat diabetes mellitus, penyakit ginjal dan hipertensi. Riwayat keluarga preeklamsia atau penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit kronis lain. Riwayat sosial dan pengalaman memberi informasi tentang status perkawinan ibu, status gizi, keyakinan budaya, tingkat aktivitas dan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan seperti: merokok, penggunaan obat dan alkohol.
1.    Data subyektif
c.    Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun.
d.    Riwayat kesehatan ibu sekarang: terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
e.    Riwayat kesehatan ibu sebelumnya: penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.
f.    Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
g.    Pola nutrisi: jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan.
h.    Psiko sosial spiritual: Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya

2.    Data Obyektif
a.    Inspeksi: edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
b.    Palpasi: untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema.
c.    Auskultasi: mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.
d.    Perkusi: untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + ).
e.    Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam.
f.    Berat badan: peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
g.    Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak.
h.   

3.    Pemeriksaan penunjang
a.    Laboratorium: protein urin dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, Hb menurun, BJ urine meningkat, serum kreatin meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.
b.    USG: menentukan usia gestasi dan mendeteksi retardasi pertumbuhan intrauterus(IUGR).

B.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada ibu dengan preeclampsia berat adalah:
1.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik, perubahan permeabilitas kapiler.
2.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena.
3.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan engan interupsi aliran darah.
4.    Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnbya perfusi darah ke plasenta.
5.    Resiko tinggi terjadinya trauma ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
6.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
7.    Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan dan tindakan berhubungan dengan kurangnya informasi.

C.    Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, atau mengurangi masalah klien (Hidayat, 2004). Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan, pada saat menentukan tahap perencanaan, keterampilan yang perlu dimiliki perawat adalah berbagai pengetahuan dan menterampilkan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan keperawatan klien, batasan praktek keperawatan, dan peran dari tenaga kesehatan lainnya. Kemampuan dalam memecahkan masalah mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja sama dengan tingkat kesehatan lain.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah:
1.    Penentuan prioritas diagnosa
Penentuan prioritas diagnosa dapat dibuat berdasarkan:
a.    Tingkat Kegawatan (mengancam jiwa)
Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) yang dilatar belakangi dari prinsip pertolongan pertama yaitu dengan membagi beberapa prioritas diantaranya prioritas tinggi, sedang, dan rendah. Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti masalah bersihan jalan nafas. Prioritas sedang menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak mengancam hidup klien seperti masalah hygienis perseorangan. Prioritas rendah menggambarkan situasi yang tidak berhubungan dengan langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik seperti masalah kurang pengetahuan atau lainnya.
b.    Kebutuhan Maslow
Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan kebutuhan diantaranya kebutuhan fisiologis, keselamatan, dan keamanan, mencintai dan memiliki harga diri dan aktualisasi diri. Prioritas diagnosa yang akan direncanakan, Maslow membagi urutan tersebut berdasarkan urutan kebutuhan dasar manusia diantaranya: Kebutuhan fisiologi, melipuli respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan kulit, mobilitas, eliminasi. Kebutuhan keamanan dan keselamatan meliputi lingkungan kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut. Kebutuhan mencintai dan dicintai meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, sosialisasi dalam kelompok, berhubungan antar manusia. Kebutuhan harga diri meliputi masalah respek dari keluarga, perasaan menghargai diri sendiri. Kebutuhan aktualisasi diri meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.

2.    Penentuan tujuan dan hasil yang diharapkan
Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnosis keperawatan yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnosis keperawatan dengan kata lain tujuan merupakan sinonim dari kriteria hasil (Hidayat, 2004). Kriteria hasil adalah tujuan dan sasaran realita dan dapat diukur dimana klien diharapan untuk mencapainya. Kriteria hasil menggambarkan meteran untuk mengukur hasil akhir asuhan keperawatan. Setiap kriteria hasil membuat kata kerja yang dapat diukur untuk memudahkan proses evaluasi. Kata kerja yang dapat diukur menunjukkan tindakan yang dapat dilihat, didengar atau dirasakan oleh perawat. Pada tahap evaluasi, yaitu tahap terakhir proses keperawatan, perawat kembali menuliskan kriteria hasil untuk mengevaluasi apakah klien telah berhasil mencapai hasil tersebut.

3.    Penentuan rencana tindakan
Langkah dalam tahap perencanaan ini dilaksanakan setelah menentukan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dengan menentukan rencana tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam mengatasi masalah klien. Dalam membuat rencana keperawatan, perawat harus mengetahui juga tentang instruksi atau perintah tentang tindakan keperawatan apa yang akan dilakukan dari perawat primer (membuat asuhan keperawatan).

Terdapat empat tipe instruksi yang digunakan di dalam rencana tindakan yaitu:
a.    Instruksi diagnostik
Instruksi ini menilai kemungkinan klien ke arah percepatan kriteria hasil dengan observasi secara langsung. Instruksi diagnostik dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi dalam upaya untuk mengisi informasi yang kurang.
b.    Instruksi terapeutik
Menggambarkan tindakan yang dilakukan oleh perawat secara langsung untuk mengurangi, memperbaiki dan mencegah kemungkinan masalah.
c.    Instruksi penyuluhan
Digunakan untuk meningkatkan perawatan diri klien dengan membantu klien memperoleh tingkah laku individu yang mempermudah pemecahan masalah.
d.    Tipe rujukan
Menggambarkan peran perawat sebagai koordinator dan manager dalam perawatan klien dalam anggota tim kesehatan. Selain tipe tersebut diatas ada beberapa tipe jenis lain dalam menentukan rencana tindakan seperti tindakan yang sifatnya delegasi (pelimpahan tugas), edukasi (pendidikan), observasi (sifatnya pencegahan), suportif (sifatnya pemberian dukungan), rehabilitasi (sifatnya membantu untuk mandiri), higienis yang bersifat membantu untuk menjaga kebersihan diri.

Rencana keperawatan pada pasien dengan pre-eklampsia adalah:
1.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik, perubahan permeabilitas kapiler, retensi garam dan air.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan volume cairan seimbang.
Kriteria evaluasi    :   
a.    Tidak terdapat tanda-tanda edema.
b.    Hasil laboratorium hematokrit dalam batas normal.
c.    Menggunakan pemahaman tentang kebutuhan akan pemantauan peningkatan tekanan darah, protein dan urine.
Rencana tindakan :
a.    Pantau masukan dan pengeluaran cairan setiap hari.
b.    Timbang berat badan secara rutin.
c.    Pantau tanda-tanda vital, catat eaktu pengisian kapiler.
d.    Kaji ulang masukan diit dari protein dan kalori, berikan informasi sesuai dengan kebutuhan.
e.    Perhatikan tanda-tanda edema berlebihan atau berlanjut.
f.    Kaji distensi vena jugularis.
g.    Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan diet rendah garam.
h.    Kolaborasi dalam pemberian antidiuretik.

2.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan curah jantung kembali normal.
Kriteria hasil    :
a.    Tekanan darah dalam batas normal.
b.    Klien tidak mengeluh pusing dan lebih nyaman.
Rencana tindakan:
a.    Pantau TD dan Nadi secara teratur.
b.    Lakukan tirah baring pada klien dengan posisi miring kiri.
c.    Kolaborasi dalam pemberian obat antihipertensi sesuai kebutuhan.
d.    Pantau efek samping obat hipertensi.

3.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran darah.
Tujuan    : Setelah dilakukan  tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan optimal.
Kriteria evaluasi    :
a.    Tidak ada penurunan frekuensi jantung.
b.    Dapat melahirkan dengan cara normal.
Rencana tindakan:
a.    Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas janin.
b.    Tinjau ulang tanda-tanda abrupsi plasenta.
c.    Evaluasi pertumbuhan janin, ukur kemajuan fundus.
d.    Pantau denyut jantung janin sesuai dengan indikasi.

4.    Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke plasenta.
Tujuan    :    Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi cedera pada janin.
Kriteria hasil    :
a.    DJJ dalam batas normal.
b.    TTV ibu dalam batas normal.
Rencana tindakan    :
a.    Pantau tekanan darah Ibu.
b.    Lakukan tirah baring pada idu dengan posisi miring kiri.
c.    Monitor DJJ secara teratur.
d.    Kolaborasi dalam pemberian obat antihipertensi sesuai kebutuhan.

5.    Resiko tinggi terjadinya trauma ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan tidak terjadi trauma pada Ibu.
Kriteria hasil    :
a.    TD dalam batas normal.
b.    Tidak ada sakit kepala, gangguan penglihatan.
c.    Tidak terjadi kejang berulang.
d.    Berpartisifasi dalam memodifikasi lingkungan untuk melindungi diri.
Rencana tindakan    :
a.    Pantau tanda-tanda vital
b.    Kaji tanda-tanda perubahan fungsi otak.
c.    Kaji tingkat kesadaran klien.
d.    Kaji tanda eklamsi (hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguri).
e.    Tutup kamar atau ruangan: batasi pengunjung, tingkatkan waktu istirahat.
f.    Kolaborasi pemberian obat: Diazepam sesuai indikasi.

6.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
Tujuan    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nutrisi terpenuhi.
Kriteria evaluasi    :
a.    Berat badan kilen kembali normal.
b.    Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan diit individu
c.    Tidak terdapat mual dan muntah.
Rencana tindakan     :
a.    Kaji status nutrisi klien.
b.    Berikan informasi tentang perubahan berat badan normal pada kehamilan.
c.    Berikan makanan dalam bentuk hangat.
d.    Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering.
e.    Kolaborasikan untuk pemberian obat anti emetic.

7.    Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan dan tindakan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x30 menit diharapkan pengetahuan bertambah.
Kriteria evaluasi`:
a.    Mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit.
b.    Klien tidak cemas.
Rencana tindakan :
a.    Berikan informasi tentang tanda dan gejala yang mengindentifikasi kondisi yang memburuk.
b.    Berikan informasi tentang jaminan protein adekuat dalam diit klien dengan kemungkinan atau pre-eklamsia ringan.
c.    Pertahankan agar klien dapat informasi tentang kondisi kesehatan, hasil tes, dan kesejahteraan janin.

D.    Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan dengan melaksanakann berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini, perawat harus mengetahui berbagai hal di antaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008: 122).

E.    Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu:
1.    Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.
2.    Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan. Di samping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian.
a.    Tujuan tercapai
Tujuan dikatakan tercapai bila klien telah menunjukan perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b.    Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya, seperti klien dapat makan sendiri tetapi masih merasa mual. Setelah makan bahkan kadang-kadang muntah.
c.    Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukan adanya perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.


Adapun evaluasi akhir yang ingin dicapai dari tiap-tiap diagnosa adalah:
1.    Volume cairan seimbang.
2.    Curah jantung normal.
3.    Perfusi jaringan optimal.
4.    Tidak terjadi cedera pada janin.
5.    Tidak terjadi cedera pada ibu.
6.    Nutrisi terpenuhi.
7.    Pengetahuan bertambah.

Kesimpulan
Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik di mana hipertensi terjadi setelah minggu ke 20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal dan merupakan suatu penyakit fasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai dengan hemokonsentrasi, hipertensi dan protein uria.

Hipertensi yang menyertai kehamilan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortilitas ibu dan bayi. Pre-eklamsia biasa mempredisposisi ibu mengalami komplikasi yang lebih letal, seperti solusio plasenta, DIC, perdarahan otak dan gagal ginjal akut. Preeklamsia berperan dalam kematian intrauterine dan mortalitas perinatal. Penyebab utama kematian neonatus akibat preeklamsia ialah insufisiensi plasenta dan solusio plasenta. Retardasi pertumbuhan dalam rahim (IUGR atau intrauterine growth retardation) juga sering dijumpai pada bayi yang ibunya menderita preeklamsia.

Preeklamsia adalah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan gejala timbul hanya pada masa kehamilan dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu mengindentifikasikan wanita yang akan menderita preeklamsia, akan tetapi ada faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit: primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas.

Diagnosis preeklamsia ditegakan berdasarkan adanya dua dari 3 gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolic > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolic pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakal preeklamsia

Tergantung derajat preeklamsia atau eklamsianya, yang termasuk komplikasi antara lain: atonia uteri (Uterus Couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low platelet count), ablasi retina, KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata), gagal ginjal, pendarahan otak, edema paru, gagal jantung hingga syok dan kematian.

Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan preeklamsia. Beberapa penelitian menunjukan pendekatan nutrisi (diit rendah garam, diit tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium) atau medikomentosa (teofilin, antihipertensi, diuretic, aspirin) dapat mengurangi kemungkinan timbulnya preeklamsia.

Kuliah di sore hari

Membosankan..